Gempa, Antara Bencana dan Peringatan Allah

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Gempa, Antara Bencana dan Peringatan Allah

  

Oleh Ummu Farizahrie

Pegiat Literasi dan Dakwah

 

Gempa kembali mengguncang dua Kabupaten di Jawa Barat beberapa waktu yang lalu. Guncangan terasa di Kabupaten Bandung dengan kekuatan 4,0 SR pada tanggal 28 Januari 2023 dan di Garut mencapai Magnitudo 4,3 pada tanggal 1 Februari 2023. Diduga kedua gempa ini terjadi dipicu oleh aktivitas Sesar Garut Selatan (Garsela) yang memanjang dari selatan Garut hingga selatan Bandung sepanjang 42 km.

Sesar Garsela ini merupakan salah satu sesar yang aktif di Jawa Barat dan berlokasi di sebelah selatan. Gempa yang diakibatkannya rata-rata berkekuatan kecil, namun karena posisinya dangkal maka guncangan yang dirasakan masyarakat bisa saja kuat dan mungkin menimbulkan kerusakan. (KoranGala.id, 28 Januari 2023)

Secara geologis Indonesia terletak diantara pertemuan 3 lempeng tektonik, yaitu: Indo Australia, Eurasia dan Pasifik. Ketiga faktor inilah yang menjadi salah satu penyebab negeri ini rawan terjadi gempa bumi. Jalur pertemuan lempeng-lempeng tersebut umumnya berada di dalam laut, maka jika terjadi gempa dengan kekuatan besar sementara kedalamannya dangkal akan mengakibatkan terjadinya tsunami.

Mengingat hal tersebut maka perlu adanya upaya untuk meminimalisir resiko akibat gempa dan tsunami dengan adanya sistem peringatan dini di Indonesia yang disebut Indonesia Tsunami Early Warning Sistem disingkat Ina-TEWS.

Di Indonesia, Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) adalah lembaga yang melaksanakan tugas pemerintah dalam mengamati, mengolah, menganalisis serta menyebarluaskan informasi mengenai cuaca, iklim, gempa bumi dan tsunami.

Mereka juga bertanggung jawab dalam membuat, menyosialisasikan kepada masyarakat serta mengawasi sistem peringatan dini tsunami yang telah mereka bangun. Selain itu bekerjasama dengan BNPB (Badan Nasional Penanggulangan Bencana) dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) memitigasi bila terjadi bencana di Indonesia.

Namun sayangnya berkali-kali terjadi gempa di negeri ini selalu menyisakan duka akibat banyaknya korban jiwa maupun kerusakan yang parah pada fasilitas publik maupun rumah tempat tinggal penduduk. Penanganan pun dirasa lambat oleh korban gempa, terutama mereka yang harus mengungsi. Lamanya pasokan makanan, pakaian, selimut, tenda, kebutuhan bayi dan sebagainya sering mereka rasakan.

Keterlambatan ini disinyalir akibat ketiadaan koordinasi yang solid antara pejabat dan instansi terkait yang berkepentingan dalam memitigasi gempa tersebut. Selain itu minimnya prioritas anggaran negara untuk mengantisipasi bencana yang terjadi juga menjadi kendala. Akibatnya mitigasi bencana terkesan asal-asalan.

Tidak seriusnya penguasa dalam mengatasi bencana baik preventif maupun kuratif menegaskan lemahnya peran pemerintah dalam mengatur tata kelola kebencanaan. Belum lagi minimnya sosialisasi dan simulasi kepada masyarakat sehingga masih banyak yang belum paham apa yang mesti dilakukan bila terjadi gempa.

Di sisi lain pembangunan fasilitas publik dan perumahan masih berorientasi pada keuntungan sehingga kurang memperhatikan sisi keamanan dan ketahanan terhadap gempa. Masih banyak rakyat yang membangun rumah dengan komposisi bangunan ala kadarnya, akibatnya tempat tinggal tersebut rawan roboh dan bisa menimpa mereka.

Inilah bentuk kerusakan yang ditimbulkan sistem bernama Kapitalisme. Penguasa di sistem ini lebih memilih mengurusi kepentingan korporasi daripada rakyatnya. Rakyat dibiarkan hidup layaknya di hutan rimba, yang kuat akan bertahan sedangkan yang lemah akan terus menjadi korban.

Padahal Rasulullah saw. telah dengan tegas bersabda:

“Setiap dari kalian adalah pemimpin, dan setiap dari kalian akan ditanya tentang kepemimpinannya.”

Bencana alam termasuk gempa bumi adalah qadha Allah Swt. yang patut diterima oleh manusia dengan ikhlas. Namun hal tersebut dapat juga dipandang sebagai peringatan dari Allah Swt. akan dosa dan maksiat yang dilakukan oleh hamba-Nya, seperti maraknya LGBT, pergaulan bebas hingga hamil di luar nikah, riba, dan lain sebagainya.

Sebab saat ini umat manusia termasuk kaum muslim tidak lagi menerapkan syariat Islam dalam kehidupannya. Bahkan tidak sedikit yang merasa nyaman dengan sistem hidup bernama sekularisme yang penuh kemaksiatan karena jauh dari agama.

Allah Swt. berfirman dalam Al-Qur’an Surah Al A’raf ayat 96 yang artinya:

“Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi ternyata mereka mendustakan (ayat-ayat Kami), maka Kami siksa mereka sesuai dengan apa yang telah mereka kerjakan.”

Pada hakikatnya jika manusia mau menerapkan aturan Islam yang sempurna, niscaya langit dan bumi akan membawa keberkahan bagi seluruh umat. Sebab mereka juga makhluk Allah Swt. yang tidak akan menyebabkan bencana di muka bumi.

Adapun penanggulangan gempa dalam sistem Islam akan diurus dengan sangat serius oleh seorang Khalifah. Karena syariat Islam berorientasi pada keselamatan serta menjamin terlindunginya nyawa manusia.

Untuk itu seorang pemimpin dalam Islam akan fokus pada penanganan bencana yang bertujuan untuk kemaslahatan umat. Khalifah akan menempuh dua langkah strategis yaitu preventif dan kuratif.

Adapun langkah preventif yaitu: Pertama, sebelum terjadinya bencana negara akan membangun sarana fisik untuk mencegah hal tersebut dan membuat sistem mitigasi serta menyiapkan masyarakat dalam menghadapi bencana.

Kedua, mengatur tata guna dan pemanfaatan lahan untuk infrastruktur dan sarana privat agar tidak terdampak bencana.

Ketiga, menyiapkan alokasi dana yang memadai untuk mengatasi bahaya dan kerugian yang mungkin dialami jika terjadi bencana alam, serta menyediakan logistik berupa cadangan makanan, air, obat-obatan, peralatan, dan lain sebagainya.

Keempat, mendidik masyarakat agar tanggap bencana dengan memberikan pelatihan dan simulasi. Selain itu membangun dan menyosialisasikan sistem peringatan dini agar umat selalu waspada terhadap bencana.

Selanjutnya langkah kuratif yang akan dijalankan penguasa adalah: Pertama, memberikan pelayanan yang terbaik kepada masyarakat selama berada dalam pengungsian. Negara akan berupaya mengembalikan kondisi psikis para korban agar tidak stres, depresi dan dampak buruk psikologis lainnya serta menjamin kebutuhan mereka akan makanan, pakaian dan tempat tinggal yang layak serta obat-obatan dan kebutuhan lainnya.

Kedua, memperbaiki sarana dan fasilitas umum yang rusak serta lingkungan tempat tinggal penduduk yang terdampak gempa dan mungkin saja merelokasi mereka ke tempat yang lebih aman bila dianggap rumah-rumahnya sudah tidak layak huni.

Demikianlah sempurnanya Islam dalam mengurus urusan umat karena dilandasi oleh akidah Islam yang kokoh dan ketakwaan pemimpinnya kepada Allah Swt. Tidakkah kita rindu kembali kepada aturan Sang Pencipta?

WalLahu a’lam bi ash shawab.

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *