Bisakah PBB Gantikan Khilafah?

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Bisakah PBB Gantikan Khilafah?

Oleh Dewi Istiharoh

(Kontributor Suara Inqilabi)

Muktamar Fiqih Peradaban I adalah forum internal umat Islam di seluruh dunia yang merupakan lanjutan dari Forum Religion Twenty (R20) yang melibatkan para pemimpin agama-agama di dunia yang digelar pada November 2022 lalu. Forum ini merupakan hasil gagasan Ketua Umum PBNU KH Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya) yang memandang bahwa hingga saat ini, masih terdapat banyak masalah yang muncul dari agama. Sehingga beliau memandang perlu adanya upaya untuk membangun peradaban yang mulia melalui fiqih peradaban. (Nu.or.id, 03/02/2023)

Dilansir dari liputan6.com (06/02/2023), KH Yahya Cholil Staquf pada saat acara Muktamar Internasional Fiqih Peradaban I yang menjadi rangkaian acara Puncak Resepsi 1 Abad Nahdlatul Ulama (NU) menyampaikan bahwa Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) bisa menjadi sumber hukum bagi umat Islam. Meskipun piagam PBB dan organisasinya bukanlah sesuatu yang sempurna dan bebas dari masalah, yakni pada realisasinya pun menyisakan kekurangan. Namun di sisi lain, Piagam PBB juga mengakhiri konflik yang pernah terjadi, sedangkan saat ada Kekhilafahan orang kafir menjadi obyek diskriminasi dan menimbulkan kekacauan dan permusuhan antar umat beragama.

Apa yang telah disampaikan Gus Yahya pada saat acara Muktamar Internasional Fiqih Peradaban I sejalan dengan apa yang menjadi rekomendasi acara tersebut yang dibacakan secara tegas dan lugas oleh KH Musthofa Bisri (Gus Mus) dan Yenny Wahid yaitu Menolak Khilafah dan Mendukung PBB.

Di antara isi rekomendasi itu menyebut bahwa pandangan lama yang berakar pada tradisi fikih klasik yaitu adanya cita-cita untuk menyatukan seluruh umat Islam di bawah naungan tunggal sedunia, atau Khilafah harus digantikan dengan visi baru demi mewujudkan kemaslahatan umat.

Dikatakan, usaha mendirikan Khilafah nyata-nyata bertabrakan dengan tujuan pokok agama dikarenakan usaha semacam ini akan menimbulkan ketidakstabilan dan merusak keteraturan sosial politik.
(Nu.or.id, 07/02/2023)

Bagai menegakkan benang basah. Begitulah kiranya peribahasa yang tepat untuk menggambarkan harapan kepada PBB dalam mewujudkan perdamaian dunia, saling menghormati dan lain sebagainya. Harapan yang sulit terwujud bahkan mustahil terwujud.

Jika memang PBB bisa mewujudkan perdamaian. Bagaimana realisasi PBB mengatasi konflik antara Palestina dan Israel. Apakah dengan 33 resolusi PBB yang ditujukan kepada Israel yang intinya menghendaki Israel untuk mundur dari wilayah Palestina, menghentikan kekerasan, serangan atau invasi itu merupakan langkah tepat untuk menghentikan konflik dua negara tersebut? Tentu tidak, karena faktanya sampai saat ini PBB tidak berdaya bahkan Israel terus melakukan serangan kepada Palestina.
Memosisikan PBB untuk menggantikan Khilafah merupakan gagasan yang sangat mengada-ngada dan ngawur. Khilafah tidak bisa disamakan dan disejajarkan. Karena keduanya jelas berbeda.

Piagam PBB
Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tidak bisa dan tidak boleh dijadikan sebagai sumber hukum Islam karena beberapa alasan berikut:
Pertama, tertolak secara normatif, yaitu tertolak berdasarkan ilmu Ushul Fiqih.
“Imam Syafi’i, berkata, ‘Sesungguhnya suatu pendapat tidaklah menjadi keharusan (berlaku mengikat) dalam setiap-tiap keadaan, kecuali berdasarkan Kitabullah atau Sunnah Rasul-Nya SAW, dan sesungguhnya apa saja selain keduanya [haruslah] mengikuti keduanya (Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya).

“Ini berarti Umat Islam hanya boleh merujuk kepada Al-Quran dan Sunah serta yang ditunjukkan oleh keduanya, yakni ijmak Sahabat dan al-Qiyas al-Syar’i. “Itulah sumber hukum dari Allah Swt. Sedangkan Piagam PBB tidak bersumber dari Al-Qur’an dan As-Sunnah, melainkan bersumber dari kesepakatan wakil 50 negara yang hadir dalam dalam Konferensi PBB di San Francisco pada tanggal 26 Juni 1945.

Kedua, tertolak secara historis, karena cikal bakal PBB justru adalah aliansi negara-negara kafir yang menjadi musuh Islam. “Aliansi ini terdiri dari negara-negara Kristen Eropa untuk menghadapi futūḥāt Khilafah Utsmaniyyah yang pada akhir abad ke-15 dan awal abad ke-16 M, berhasil menaklukkan negeri-negeri Kristen Eropa, seperti Yunani, Romania, Albania, Yugoslavia dan Hungaria. Aliansi ini bertransformasi menjadi LBB (Liga Bangsa-Bangsa) pada tahun 1920, lalu pada tahun 1945 menjadi PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa). (Mafāhīm Siyāsiyyah)

Jadi mengikuti PBB dan piagamnya, berarti memberikan loyalitas kepada kaum kafir, sesuatu yang jelas haram dilakukan seorang Muslim.

Ketiga, tertolak secara empiris, yaitu tertolak berdasarkan fakta empiris bahwa PBB telah gagal mewujudkan perdamaian dan mencegah berbagai perang di berbagai kawasan dunia. Contoh nyata perang Rusia-Ukraina yang terus berlangsung sejak Pebruari 2022 lalu.

Keempat, tertolak secara politis. Meskipun PBB bertujuan untuk menggagas perdamaian dunia, namun pada kenyataannya PBB hanyalah alat politik negara-negara kafir penjajah untuk mengendalikan dunia.

Khilafah
Mengenai anggapan bahwa usaha mendirikan Khilafah bertabrakan dengan tujuan pokok agama adalah anggapan yang keliru. Khilafah merupakan bagian dari syariat Islam yang mengatur tentang system pemerintahan Islam, hukumnya fardu kifayah sehingga wajib ditegakkan. Tanpa Khilafah ada banyak hukum Islam yang terbengkalai dan tidak bisa dilaksanakan.

Sedangkan tuduhan Khilafah disebut sebagai penyebab terjadinya kekacauan merupakan tuduhan yang mengada-ngada. Justru tegaknya Khilafah akan menciptakan keadilan dan kebaikan. Karena Khilafah adalah bagian dari hukum Allah SWT, Zat Yang Maha Adil dan Bijaksana.

Kekacauan yang terjadi saat ini sama sekali bukan karena Khilafah, melainkan karena umat Islam tidak memiliki junnah (perisai) yang melindungi. Misalnya kezaliman terhadap umat Islam di berbagai negeri, seperti Rohingya, Uighur, India, Palestina dan lain-lain.

Khilafah juga telah terbukti dapat mendamaikan dua suku yang saling bermusuhan satu sama lain, seperti yang terjadi pada suku Aus dan Khazraj. Mereka saling berperang, membunuh dan meninggikan eksistensi kaum mereka. Tak ada kemenangan, yang ada hanyalah kerusakan belaka.

Namun kondisi mereka berbeda setelah Islam datang melalui Mus’ab bin Umair. Beliau diutus rasulullah Muhammad saw. sebagai duta penyampai Islam. Mus’ab membina suku Aus dan Khazraj dengan Islam. Dibangun akidah mereka tentang tauhid dan kerasulan nabi Muhammad. Dibentuk rasa persaudaraan mereka berasaskan Islam, bukan fanatisme suku. Dibangun kesadaran mereka untuk berjuang membela Islam dengan harta bahkan nyawa.

Setelah rasulullah hijrah ke Madinah, mereka telah siap. Lahir batin mereka meyakini Islam. Permusuhan dua suku tersebut kandaslah sudah. Islam telah menyelimuti dan mandarah daging di hati mereka. Hingga terealisasi ukhuwah Islam di antara mereka.

Begitulah Islam. Islam bukanlah agama seruan belaka, mengajak kepada kebajikan menentang kemungkaran. Lebih dari itu, Islam adalah cara pandang komprehensif terkait hidup dan kehidupan. Darinya lahir aturan-aturan rinci untuk mengiringi kehidupan manusia. Sudah menjadi sunnatullah ketika Islam diterapkan, pasti yang lahir keberkahan bukan kerusakan.

Cara pandang Islam yang komprehensif tentang kehidupan merupakan bukti bahwa Islam adalah ideologi. Ideologi ini lahir dari Tuhan pencipta alam semesta, Allah Swt. Yang datang dari Allah Swt. pasti pas dan adil bagi manusia dan semesta alam.

Oleh karena itu, mari kita realisasikan Islam untuk memperbaiki kerusakan yang terjadi. Tidak sekedar seruan dan semboyan, melainkan dengan menerapkannya secara sempurna sebagai ideologi yang hakiki di bawah naungan Khilafah Islamiyah.

Wallahua’lam bishshawab.

 

 

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *