Jakarta, Suara Inqilabi- Dalih subsidi silang yang dilakukan PT PLN sebagaimana instruksi Presiden Joko Widodo (Jokowi) dengan menggratiskan penggunaan listrik 450 dan mendiskon pengguna 900 Volt Amper (VA), dinilai keliru.
Pasalnya, yang menjamin penggratisan tarif listrik tersebut bukanlah PLN. Karena sejumlah masyarakat mengeluhkan tagihan listrik yang membengkak secara tiba-tiba dan tidak masuk akal.
Demikian disampaikan Pengamat Energi dari UGM Fahmy Radhi, saat mengisi diskusi bertajuk “Polemik Tagihan Listrik Naik: Bagaimana Nasib Rakyat” yang diselenggarakan oleh DPP PAN, Jumat (19/6).
“Ini bukan pula subsidi silang dari penggratisan dan pendiskonan tadi. Karena semua biaya untuk memberikan dikson dan penggratisan yang saya catat Rp 93,6 triliun itu ditanggung oleh pemerintah yang dialokasikan dalam APBN 2020. Jadi bukan PLN yang menanggung, yang menanggung adalah pemerintah,” kata Fahmy Radhi.
Fahmy menuturkan, subsidi yang sejatinya itu merupakan program Presiden Jokowi selama pandemik virus corona baru (Covid-19) yang memberikan keringanan kepada masyarakat pelanggan 450 dan 900 VA. Kedua kelompok penerima itu masuk kategori rentan miskin dan harus mendapatkan diskon 50 persen.
Artinya, sambung Fahmy, kenaikan tarif listrik yang membengkak dan dirasakan oleh sejumlah masyarakat bukan akibat dari naiknya iuran listrik itu sendiri.
“Bahwa pembengkakan bukan terjadi karena adanya kenaikan tarif dasar listrik. Karena kenaikan tarif listrik itu adalah kewenangan pemerintah yang harus disetujui oleh DPR dan sejak 2017 pemerintah sudah menyatakan tidak ada kenaikan listrik,” ucapnya.
Lebih lanjut, Fahmy menegaskan bahwa kejadian semacam ini harus menjadi evaluasi menejemen PLN agar tidak terjadi peristiwa serupa terulang dikemudian hari.
“Saya yang melihat kejadian ini harus menjadi pelajaran bagi PLN agar ke depan tidak terjadi lagi,” pungkasnya. [] Rmol