Reportase: Digital Event Risalah Akhir Tahun 2022

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Reportase: Digital Event Risalah Akhir Tahun 2022

Oleh Himatul Solekah

(Kontributor Suara Inqilabi)

 

Gelora Digital Event Risalah Akhir Tahun dengan tema “Peduli Generasi Pemimpin Umat” pada sabtu 31 Desember 2022 begitu megah, karena dihadiri lebih dari 75.000 peserta dari kalangan para tokoh mubalighoh, guru, dosen, pengasuh ponpes, dokter, aktivis, maupun masyarakat secara umum di seluruh penjuru Indonesia. Pelaksanaannya pun tidak hanya dilakukan secara online di kanal YouTube dan Zoom, tetapi juga secara offline di beberapa titik nobar seperti desa Sawahan, desa Putat, maupun kecamatan Gondanglegi yang terletak di kabupaten Malang.

Selanjutnya acara dibuka oleh Ustadzah Yuli Kusumadewi sebagai moderator yang akan memandu hingga acara selesai ditemani dengan para tokoh muslimah sebagai narasumber yaitu, Dwi Hendriyanti, S.Pd, Prof. Dr. Mas. Roro Lilik Ekowanti, MS, Hj. Tinting Rohaeti, Apri Hardiyanti, SH, dan Ustadzah Ratu Erma Rachmayanti.

 

Diawali dengan pemutaran video tentang potensi pemuda yang begitu besar sebagai aset umat dan bangsa manapun. Namun sayangnya, fakta pemuda saat ini telah rusak karena banyak yang terlibat tawuran, miras, narkoba, pencurian, perkosaan, dan bentuk kriminalitas lainnya. Lalu bagaimana pemuda bisa membawa kebangkitan untuk umat dan bangsa jika kondisinya demikian? Apa penyebabnya?

Dwi Hendriyanti, S.Pd selaku guru SMA di Tangerang Banten membenarkan fakta kerusakan pemuda hari ini. Semua itu tidak lepas dari gagalnya proses pendidikan di sekolah karena kurikulum yang sering berubah-ubah dan jauh dari nilai agama. Meski keluarga sudah memberikan pemahaman yang baik, tapi kurikulum sekolah tidak mendukung, guru disibukkan dengan adminitrasi membuat mereka tidak bisa fokus mengajar. Ditambah lagi sistem kehidupan juga tidak mendukung. Maka jika ingin mencetak generasi yang baik, guru harus memahami Islam terlebih dulu (mengaji).

Prof. Dr. Mas Roro Lilik Ekowanti, MS selaku Dosen dan Pakar Administrasi Publik menambahkan jika kegiatan pendidikan gagal karena kebijakan internasional, yaitu sistem kebijakan demokrasi kapitalis dan ekonomi kapitalis yang membuat para lulusan perguruan tinggi menjadi sosok yang individualistis tidak mempedulikan persoalan umat. Maka penting baik dosen maupun mahasiswa harus mengkaji Islam secara kaffah (menyeluruh), sebab kapitalisme, liberalisme, dan moderasi, menjadi perangkap pemuda saat ini.

Selanjutnya ustadzah Yuli Kusumadewi menyampaikan pesan moral dari penyampaikan Prof. Lilik, bahwa

 “jangan bangga dulu anak sudah lulus kuliah, gaji tinggi, tapi dimanfaatkan untuk dirinya sendiri. Tidak memikirkan umat, tidak mencari keridhoan Allah SWT.” MashaaAllah…

Hj. Tingting Rohaeti selaku Pengasuh Ponpes Purwakarta menyatakan bahwa semua yang diajarkan hari ini hanyalah teoritis belaka, tidak bisa memberikan solusi terhadap fakta kehidupan yang sedang terjadi. Selain itu, adanya kebijakan OPOP (One Pesantren One Product) mengalihkan tujuan utama pesantren untuk menghasilkan para santri yang faqih fiddin. Beliau menambahkan bahwa ada 3 hal yang harus dilakukan para Ustadzah, Mubalighah, Pemangku Pesantren, dan Ibu Nyai, yaitu: (1) memahamkan tsaqofah Islam, (2) mendakwahkan Islam kaffah termasuk khilafah, (3) berani melakukan ‘amar ma’ruf nahi munkar.

Mbak Apri Hardiyanti, SH selaku aktivis yang pernah menjabat sebagai Ketua Kornas Kohati Periode 2018-2020 mengkritisi dari konsep pemberdayaan pemuda yang tertuang dalam UU tentang Kepemudaan bahwa semua harapan untuk pemuda tidak akan bisa tercapai dengan narasi sekuler-kapitalis yang justru membajak potensi pemuda dan dilemahkan melalui regulasi. Maka saatnya kita menentukan posisi, jangan takut mengkaji islam secara intensif, dan mari berjuang bersama-sama menyerukan Islam kaffah.

Narasumber terakhir disampaikan oleh Ustadzah Ratu Erma Rachmayanti selaku aktivis dakwah yang membandingkan sistem khilafah dengan sistem sekuler-kapitalis. Yang mana dalam sistem pendidikan khilafah terjadi sinergitas yang baik antara peran orang tua, sekolah, dan negara. Berbeda dengan sistem sekuler saat ini. Beliau juga memberikan pesan khusus untuk para pemuda bahwa pemuda bintang adalah pemuda yang hidup untuk Islam.

Acara diakhiri dengan testimoni peserta nobar baik yang offline maupun online. Sebagaimana yang disampaikan oleh Ibu Rice sebagai ibu generasi bahwa

“Sebagai seorang muslim apalagi seorang ibu saya merasa sedih dan prihatin dengan kondisi generasi muda saat ini. Saya terkesan dengan semangat para perempuan muslimah dalam menegakkan kembali Islam yang kaffah demi keselamatan generasi muda dan saya sepakat dengan solusi yang ditawarkan untuk kembali pada Islam. Langkah pertama yang akan saya lakukan untuk menyelamatkan generasi yaitu mulai menerapkan Islam yang kaffah dari diri saya sendiri lalu ke keluarga dan seterusnya.”

Wallahu a’lam bishshawab.

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *