Multaqa Ulama Aswaja Malang Raya, Khilafah dari Pencipta Manusia, Demokrasi Produk Kafir Penjajah

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Malang-Jawa Timur– “Khilafah itu produk Allah SWT dan demokrasi itu produk orang-orang sekuler Barat,” demikian ungkap KH. Abdul Qoyum, Pimpinan Majelis Ta’lim Pondok Bambu Al-Islam Kota Malang, sekaligus Koordinator Forum Komunikasi Ulama (FKU) Aswaja Malang Raya, dalam Multaqa Ulama Ahlus Sunnah wal Jama’ah se-Malang dan Batu, (Sabtu, 2/11/2019).

Multaqa yang digelar di salah satu aula di kawasan Malang dengan mengangkat tema; “Merajut Ukhuwah untuk Mewarisi dan Mengamalkan Syariat Rasulullah”.

Lebih dari 30 ulama, tokoh masyarakat dari Kota Malang, Kota Batu, hingga para da’i, Ustadz, dan guru ngaji dari Lereng Gunung Kelud wilayah Kabupaten Malang seperti Kasembon, Ngantang, juga Pujon turut hadir dalam multaqa ini. Acara ini digagas oleh panitia pelaksana dalam rangka merekatkan ukhuwah antar ulama sekaligus menyikapi berbagai persoalan aktual yang terjadi.

Multaqa kali ini menghadirkan sejumlah narasumber lain, diantaranya: KH. Abdul Qoyum, (Pimpinan Majelis Ta’lim Pondok Bambu Al-Islam Kota Malang), Ustad Azizi Fathoni (Khadim Kuttab Tahfizh Al-Utrujah Kota Malang), Kyai Drs. Lukman Hakim (Pimpinan Majelis Ta’lim Tombo Ati dan Praktisi Ruqyah Syar’iyyah Malang), Ustad Ahmad Agus (Pengasuh Majelis Taklim Safinatun Najah Kota Batu dan alumni Pondok Pesantren Darul Ulum Jombang).

Abah Qoyum -demikian sapaan akrab KH. Abdul Qoyum– menegaskan kepada ulama bahwa kewajiban dakwah itu tidak terikat oleh waktu dan tempat,

“Jadi dimanapun dan kapanpun kita harus menjalankan kewajiban berdakwah,” ajaknya.

Lebih lanjut, beliau juga memberikan tiga tips dalam berdakwah yaitu harus penuh keyakinan, keberanian, dan tidak takut ancaman.

“Langkah-langkahnya sebagai berikut: 1). Kesana-kemari kita harus terus berdakwah. 2). Dakwah harus jalan, terus jangan milih-milih obyek dakwah. 3). Dakwah harus tidak kenal malu, artinya jangan pernah malu menyampaikan kebenaran,” terangnya.

Abah Qoyum juga berpesan agar jangan sampai umat Islam menyatakan iman dalam ucapan, namun sekuler dalam perbuatan.

“Kita tidak boleh hanya sholih (baik), tapi juga harus muslih (memperbaiki), yaitu memperbaiki dengan merujuk pada Al-Qur’an dan As-Sunnah, karena dua perkara inilah yang akan membimbing kita ke surga. Memperbaiki, agar Islam tetap terjaga karena pada periode ini banyak terjadi penistaan-penistaan terhadap agama Islam,” serunya.

Nara sumber berikutnya, Ustad Azizi Fathoni (Khadim Kuttab Tahfidz Al-Utrujah Kota Malang), beliau menegaskan, “Demokrasi itu lebih kuno dibandingkan dengan sistem Khilafah,”

“Mengapa sistem demokrasi lebih kuno? Karena demokrasi itu lahir sekitar tahun 508 Sebelum Masehi (SM), sedangkan sistem Khilafah yang dituntunkan Rasulullah Muhammad SAW di sekitar tahun 622 Masehi (M), jadi selisih sekitar 1130 tahun,” terangnya.

Ustad Azizi menegaskan bahwa kaum muslim dalam ber-Islam haruslah Kaffah. “Artinya mengambil seluruh ajaran Islam dan syariat-syariat Islam, melaksanakan seluruh yang diperintahkan-Nya, dan meninggalkan seluruh yang dilarang-Nya, dan untuk tujuan itu meniscayakan tegaknya institusi Khilafah,” bebernya.

Ustad Azizi dalam kesempatan tersebut, menyampaikan materi dengan mengutip dan menampilkan puluhan pernyataan ulama mu’tabar berkenaan topik Khilafah dalam berbagai kitab-kitab mereka.

“Bahwa tidak ada perbedaan pendapat tentang wajibnya khilafah pada ulama-ulama yang lurus, sedangkan kebalikannya yang tidak mewajibkan khilafah justru dari golongan-golongan yang menyimpang,” simpulnya usai menampilkan kutipan-kutipan para ulama perihal topik Khilafah.

“Kewajiban menegakkan Khilafah adalah kewajiban yang azasi diantara kewajiban-kewajiban yang lain, dan merupakan kewajiban yang paling agung dalam mengatur dan menjamin kemaslahatan umat manusia, karena banyak kefardhuan-kefardhuan lain yang bergantung dengan tegaknya Khilafah, berbeda dengan sekulerisme yang memisahkan antar pemimpin pemerintahan dengan pemimpin agama, justru dalam kepemimpinan Islam itu menunjukkan pemimpin agama sekaligus pemimpin politik/pemerintahan. Itulah hebatnya Islam,” imbuhnya.

Nara sumber berikutnya, Ustad Ahmad, Pengasuh Majelis Taklim Safinatun Najah Kota Batu. Mengawali pembahasannya, Ustad Ahmad mengutip Al-Qur’an surat Ar-Ruum ayat 41 yang terjemahannya;

“Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).” Ustad Ahmad menerangkan bahwa kerusakan itu linier dengan kemaksiatan yg dilakukan manusia, semakin maksiat maka akan semakin banyak kerusakan-kerusakan terjadi.

Ustad Ahmad memberikan contoh beserta paparan data, mulai dari problem pengangguran yang menggunung, perzinaan & prostitusi merajalela, riba membudaya, korupsi membumbung tinggi, dll.

“Maka menghadapi hal itu harus kita sadari bahwa masalah masyarakat memang bukan masalah pribadi kita, akan tetapi ia akan menular atau akan menimpa kita. Cuek bukan sikap seorang muslim yang baik,” terangnya.

Perihal taubat nasional, Ustad Ahmad memaparkan, “Pencipta bumi inilah yang lebih layak mengatur bumi tercinta indonesia ini. Ajak keluarga dan orang sekitar untuk kembali kepada Hukum Allah Subhanahu wataala secara kaffah agar azab-Nya tidak ditimpakan ke kita,” pungkasnya.[slm/ard/hs]

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *