Menilik Karen’s Diner, Kuliner Niradab

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Menilik Karen’s Diner, Kuliner Niradab

Oleh St. Rajma Nur Sapayani

(Kontributor Suara Inqilabi)

 

Dunia kuliner nusantara baru baru ini heboh karena viralnya sebuah resto yang mengusung rude service atau pelayanan kasar.

Restoran ini merupakan cabang resto yang berpusat di Australia yang didirikan oleh Aden Levin dan James Ferrel. Resto tersebut sudah buka sejak Oktober 2021 ketika pembatasan aktivitas masyarakat karena Covid-19 di Sydney, Australia. Sementara di Indonesia baru resmi dibuka sejak tanggal 20 Desember 2022.

Pelayanan kasar dan jutek yang dibranding resto ini membuatnya ramai dikunjungi karena berbeda dengan umumnya resto atau rumah makan yang menampilkan kesan ramah dan sopan. Namun banyak pihak yang menyatakan bahwa pelayanan resto ini terlalu gimmick dan cringe sebab tak segan membullying hingga bodyshaming pada pengunjung yang datang.

Melempar makanan dan mencelupkan tangan ke dalam minuman juga sebagian perilaku niradab yang disajikan pelayan di restoran ini.

Sebagai seorang muslim tentu hadirnya restoran seperti ini perlu dipahami, sebab dalam hal makanan pun Islam sangat mengedepankan adab. Bukan hanya sekadar ikutan trend yang lagi viral dan akhirnya latah untuk ikut “menikmati” sensasi makan sambil dicaci maki.

Hadirnya restoran barbar ala Karen’s Diner ini justru menunjukkan betapa penjajahan barat lewat jalur Food itu semakin nyata. Islam memiliki sudut pandang yang khas terhadap sesuatu, tak terkecuali dalam hal kuliner. Halal dan thayyib adalah konsep yang harus diambil seorang muslim dalam memilih makanan dan minuman.

Islam Mengedepankan Adab Dalam Jual Beli

Islam mengajarkan umatnya bahwa manusia makan dan minum untuk menegakkan punggung dalam beribadah. Maka dalam prosesnya pun seharusnya mengharapkan keberkahan. Bagaimana bisa proses itu diberkahi jika yang tersaji adala keburukan dengan saling mencela atau melempar makanan. Naudzubillah min dzalik

Padahal Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah mencela makanan sama sekali. Apabila beliau menyukainya, maka beliau memakannya. Dan apabila beliau tidak suka terhadapnya, maka beliau meninggalkannya. (HR. Muslim)

Selain itu memungut makanan yang jatuh, membersihkannya, kemudian memakannya.Hal ini berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

“Jika salah satu dari kalian makan lalu makanan tersebut jatuh, maka hendaklah ia memungutnya dan membuang kotorannya kemudian memakannya. Jangan ia biarkan makanan itu untuk setan.” (HR. At-Tirmidzi)

Sungguh betapa mulianya agama ini, sampai-sampai sesuap nasi yang jatuh pun sangat dianjurkan untuk dimakan. Hal ini merupakan salah satu bentuk syukur atas makanan yang telah Allah Ta’ala berikan dan bentuk kepedulian kita terhadap fakir miskin.

Dan bukankah pembeli yang datang adalah tamu yang mesti dihormati dan padanya dijaga pergaulan yang baik. Seharusnya dalam pelayanan tiap restoran demikian bukan sebab antimainstream sehingga menabrak batasan batasan agama dan norma.

«تَبَسُّمُكَ فِي وَجْهِ أَخِيكَ لَكَ صَدَقَةٌ»

“Senyummu di depan saudaramu adalah sedekah bagimu” (Sahih, HR Tirmidzi no 1956).

Maka tak ada lagi alasan bagi kita seorang muslim untuk abai terhadap pandangan syariat pada apa yang nampak dan muncul karena sebatas viral. Ilmu sebelum amal menjadi ciri khas. Semoga dengan upaya kita menjaga batasan syariat dalam kehidupan kita, maka tercurah Rahmat dari langit, keberkahan akan menghiasinya.

Wallahu a’lam bishshawab.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *