Jubir HTI: Penanganan Wabah Corona di Indonesia Karut-Marut

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Jakarta-SuaraInqilabi- Ada dua strategi efektif yang dilakukan untuk menghentikan wabah corona yaitu dengan lockdown dan 3T (trace, test, and treat/lacak, uji dan obati) secara massif namun sayangnya itu tidak dilakukan pemerintah.

“Jadi memang karut-marut,” ujar Juru Bicara Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) Muhammad Ismail Yusanto dalam Diskusi Media Umat Online: Karut-Marut Hadapi Wabah Corona, Kamis (9/4/2020) malam di kanal Youtube Media Umat

Padahal, strategi lockdown di Wuhan dan 3T secara massif di Korea Selatan terbukti efektif meredakan wabah corona hanya dalam tiga bulan saja. “Kita ini hari itu tidak jelas. Kita itu mau strategi Wuhan atau Korea Selatan? Lockdown enggak tetapi melakukan 3T juga tidak,” keluhnya.

Dalam acara yang disaksikan lebih dari 3500 pemirsa dalam waktu yang bersamaan tersebut Ismail juga menyatakan memang Indonesia melakukan tes tetapi sangat rendah dan tidak memadai.

“Buktinya sampai ini hari performance test (kemampuan melakukan tes corona) kita itu paling rendah di seluruh dunia. Kalau Singapura itu 11.200, Korea Selatan itu sembilan ribu sekian, Indonesia itu cuma 52 orang per satu juta penduduk. Nah ini problem besar,” tegas Ismail.

Kalau dari tesnya sudah berantakan begitu bagaimana akan mendapatkan data? Padahal data ini kunci. Kalau mau mengatakan daerah itu masuk zona merah, itu berasal dari data. “Kalau data itu tidak ada lantas bagaimana daerah tersebut dikatakan zona merah?” ungkap Ismail.

Kemudian data itu diambil dari tes. Kalau tes tidak ada, data tidak ada. Maka bisa terjadi penduduk di suatu daerah itu tenang-tenang saja karena dikatakan tidak ada yang terinfeksi.

“Padahal tidak ada terinfeksi itu faktanya bukan tidak ada yang terinfeksi tetapi tidak ada tes di situ! Padahal sebenarnya sudah bejibun. Ini tentu sangat berbahaya,” tegasnya.

Menurut Ismail, data tersebut sampai ini hari masih menjadi masalah besar karenanya akan membuat pemerintah kesulitan merancang suatu strategi. Terbukti, misalnya, sampai ini hari tidak jelas, berapa sih kebutuhan yang harus disediakan. Sehingga di lapangan kekurangan APD, kekurangan kamar, jangan lagi bicara ventilator pasti sudah sangat kekurangan.

Pada akhirnya, menjadi tidak jelas juga skenarionya. Skenario untuk mengakhiri wabah ini seperti apa? “Kita jadi sulit membayangkan, wabah ini akan selesai berapa lama? Kalau Korea Selatan tiga bulan, Wuhan tiga bulan. Kita ini berapa lama?” tanyanya.

Sedangkan di Inggris yang fasilitas kesehatannya jauh lebih memadai, Bill Gate memperkirakan skenario di Inggris sampai satu tahun. “Nah, Indonesia berapa? Bagaimana skenarionya kalau betul-betul sampai satu tahun?” tanyanya kembali.

Ismail juga menjelaskan, dalam Islam, begitu mendengar di suatu daerah terkena wabah. Maka daerah tersebut harus dikarantina/lockdown. Kemudian dicarikan solusi agar wabah tersebut segera berakhir.

Diskusi yang berlangsung selama dua jam tersebut dihadiri pula pembicara lain, yakni Salamuddin Daeng (Pengamat Kebijakan Ekonomi Publik); Ahmad Rusdan Handoyo Utomo (ahli molecular medicine); Syaharudin P Lani (Direktur Healthcare Professionals for Sharia/HelpSharia); Fahmi Amhar (ahli geospasial); dan Chandra Purna Irawan (Sekjen LBH Pelita Umat).[] Joko Prasetyo

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *