Jangan Asal Pilih Pemimpin

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Jangan Asal Pilih Pemimpin

 

Oleh V. Astaviane

(Aktivis Muslimah Kota Bogor)

 

Saat ini gemuruh suara terkait Pemilihan Umum (Pemilu) hingga Pemilihan Presiden (Pilpres), semakin santer terdengar. Muncul nama-nama tokoh masyarakat yang digadang bakal calon presiden selanjutnya. Mulai dari gubernur, pemimpin partai, menteri, pejabat lainnya bahkan isu tiga periode pun ikut mencuat. Selain itu bermunculan pula para pendukungnya, sembari mengobral berbagai kelebihan jagoannya tersebut. Namun, di sisi lain masih ada segolongan masyarakat yang justru enggan memilih karena berbagai hal.

Dan keadaan yang menjadi perhatian adalah ketika sekelompok warga yang tidak ikut pemilu tersebut, berarti tidak ikut memilih tokoh yang dikenal ‘paling sempurna’, sosok tokoh yang dikenal lebih memihak umat Islam. Tentu saja hal ini jadi beresiko yaitu dapat membuat kemenangan kepada pihak saingannya yang justru dikenal lebih tidak memihak Islam. Demikian pendapat sebagian masyarakat. Lalu apakah dalam hal ini berarti, kelompok warga yang tidak ikut memilih termasuk golongan yang tidak memihak Islam dan dapat menjadi penyebab kekalahan umat Islam ?

Untuk menjawabnya mari kita lihat dulu, syarat diterimanya amal shalih oleh Allah Ta’ala. Yaitu rasa ikhlas beramal karena Allah Ta’ala (QS Al Kahfi [18] ayat 110) dan bentuk amalnya sesuai syariat sebagaimana Firman Allah SWT,

“Katakanlah (Muhammad), “Jika kamu mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mencintaimu dan mengampuni dosa-dosamu.” Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.” (QS. Ali ‘Imran 3: Ayat 31)

Selanjutnya kita simak apakah Rasulullah Muhammad SAW sebagai Uswatun Hasanah pernah memilih pemimpin yang akan menjalankan hukum demokrasi (kedaulatan alias pembuat hukum, ada di tangan rakyat, dengan suara terbanyak) dan kedaulatan bukan di tangan Allah ?

Bahkan saat Rasulullah SAW menjawab tawaran pamannya akan kenikmatan dunia yang dibawa dari kaum kafir Qurays, jika tidak mendakwahkan hukum atau syariat Allah Ta’ala, Rasul SAW pun menjawab,

“Wahai paman, demi Allah, kalaupun mereka menaruh matahari di sebelah kananku dan bulan di sebelah kiriku, agar aku meninggalkan urusan (agama) ini, niscaya sekali-kali aku tidak akan meninggalkannya, sampai Allah memenangkan agamanya atau aku binasa karenanya.”

Allahu Akbar! Indah dan agung nian perkataan beliau, Nabi Muhammad SAW ini.

Dalam QS. Al Baqarah: 208, Allah Ta’ala memerintahkan orang beriman, untuk masuk ke dalam Islam secara kaffah. Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:

“Wahai orang-orang yang beriman! Masuklah ke dalam Islam secara keseluruhan, dan janganlah kamu ikuti langkah-langkah setan. Sungguh, ia musuh yang nyata bagimu.” (QS. Al-Baqarah 2: Ayat 208)

Secara keseluruhan ialah totalitas dalam menerapkan syariat Islam. Dan ini termasuk juga dalam memilih pemimpin dan sistem kepemimpinan dalam pemerintahan. Serta dari ayat yang sama, Allah Ta’ala menyebutkan, agar kita jangan ikuti langkah setan. Ini berarti kita akan mengikuti langkah setan jika kita tidak mengambil hukum Islam secara kaffah.

Apakah kita akan mengabaikan ayat ini, dan lalu memilih pemimpin yang terlihat paling Islami tersebut ? Bagaimana dengan sistem pemerintahan yang berlaku saat ini, sistem pemerintahan yang karenanya pemimpin tersebut terpilih, misalnya? Apalah lagi jaminan kita, padahal kita sudah abai dengan ketentuan Allah Ta’ala?

Sesunggguhnya yang kita pegang adalah keyakinan akan janji Allah Ta’ala. Pengalaman pada lima tahun lalu, juga tahun-tahun sebelumnya sudah cukup memperlihatkan keadaan yang terjadi pada ujung masa Pilpres.

Mungkin terlalu gegabah jika mengabaikan hasil pencapaian ‘sang pujaan’ sekaligus harapan sebagian besar masyarakat Indonesia saat ini. Tapi tentu kita juga harus memperhatikan syariat yang telah Allah Ta’ala gariskan.

Perlu dipahami bahwa oligarki dan pasukannya menggunakan 1001 cara untuk memenangkan pertarungan ini. Dan mereka punya dana besar, serta kelicikan ataupun taktik yang sangat handal.

Perlu diketahui pula, negara ‘pemegang kendali’ dunia saat ini, masih tetap di pihak yang sama. Walau sekarang ada saingannya. Yang jelas, mereka tidak akan ridha jika siapapun yang menjadi penguasa di tanah Muslim nan kaya SDA ini, tidak menyertakan Sistem D3mok2451 yang mereka gadang-gadang untuk eksistensi kedigdayaan mereka. Dan tentu saja agar pengaruh mereka bisa terus bertahan dan dilaksanakan.

Seperti yang sudah-sudah, pasca Pilpres akan ada telepon ucapan selamat bahwa Fulan telah menjadi pemenang dan telah menjalankan D3mok2451 dengan baik. Padahal kita tahu, demokrasi adalah alat bangsa kafir untuk menjajah negeri kita.

Allahu Akbar! Lalu kita harus bagaimana?

Yaitu mengikuti Uswatun Hasanah, berdakwah dan terus memberi pemahaman kepada umat. Tentu kita tak perlu membandingkan dengan warga Gaza yang terus sabar bertahan menjaga tanah Muslim yang diberkati, sementara pergerakan umat Muslim di belahan bumi lain, masih terombang-ambing.

Demokrasi yang niscaya memenangkan suara terbanyak (walau bukan kemenangan  hakiki) tidak akan bisa menghantarkan kemenangan Islam. Kemenangan umat Islam semata-mata hanya karena pertolongan Allah SWT. Pertolongan Allah Ta’ala yang diberikan kepada hamba-hamba  Nya yang taat. Ini adalah janji yang pasti dari Allah Ta’ala. Karena itu, hal ini harus menjadi keyakinan kita. Allah Ta’ala berfirman, yang artinya:

“…Dan kemenangan itu hanya dari sisi Allah. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa, Maha Bijaksana.” (QS Al-Anfal: 10).

Nabi Muhammad SAW dan para sahabat pernah diberi pelajaran oleh Allah Ta’ala ketika mereka mulai silau dengan jumlah pasukannya saat Perang Hunain (QS. At Taubah: 25).

Kemenangan bukan karena jumlah. Termasuk jumlah suara yang diperoleh dalam Pemilu. Kemenangan semata-mata karena pertolongan Allah Ta’ala. Maka, dari itu wahai saudaraku jangan asal memilih.

Wallahu a’lam bishshawab.

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *