SuaraInqilabi– Tragedi rusuh barbar di Wamena, Papua, menjadi kisah yang memilukan bagi perantau Minang. Salah seorang korbannya Erizal (42), warga Sungai Rampan, Koto Nan Tigo IV Koto Hilie, Batang Kapas, Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatera Barat (Sumbar).
Berdasarkan penuturannya, ketika kejadian Senin (23/9) lalu, ia sedang berada di sebuah kios tempatnya bekerja di Wamena. Sekitar pukul 09.00 WIT, ia melihat sejumlah orang berkerumun sekitar 30 orang yang tidak dikenal mendatangi beberapa kios, termasuk ke kios tempatnya bekerja.
“Kami dikepung. Kami sudah pasrah untuk mati semua. Ada kemenakan kami yang bernama Yoga menahan pintu. Namun kerumunan di luar memaksa untuk membuka pintu. Kami dilempari dan ditembaki dengan panah,” tuturnya di Kantor ACT Sumbar, Selasa (1/10) di Padang.
Ia beserta keluarganya berusaha menyelamatkan diri. Namun terkepung dalam rumah yang tidak jauh dari belakang kios tempatnya bekerja. Kerumunan perusuh tersebut mengetahui keberadaan mereka, memaksa untuk membuka pintu.
Akibat serangan tragis itu, kemenakannya yang bernama Yoga tersebut beserta anak dan istrinya meninggal dunia karena ditikam senjata tajam. “Alhamdulillah saya berhasil selamat dari peristiwa waktu itu, karena pura-pura mati di dalam rumah. Namun sayang anak dan istri saya meninggal dunia karena dibakar,” ungkap Erizal saat menceritakan kisahnya.
Erizal melanjutkan kisahnya, bahwa saat rumahnya dibakar, ia masih sempat cepat bangkit dan menyelamatkan diri. Kendati begitu, ia kepala dan tangannya juga terbakar. Kemudian ia mencoba meminta bantuan orang yang ada Kodim daerah setempat, namun tidak ada yang bisa berbuat apa-apa dikarenakan mobil tidak bisa masuk ke daerah itu.
Ia juga menceritakan, sebelumnya dia dan istrinya sudah meminta maaf, sebab situasi sangat genting dan merasa tidak akan selamat. Dia bersama istrinya dibantu oleh tiga orang asli Papua untuk bersembunyi, tapi rumah persembunyiannya dilempari dengan batu oleh massa yang berteriak di luar rumah.
Akhirnya orang bersembunyi di dalam rumah dibunuh, dan rumah dibakar. Anak dan istrinya jadi korban pembantaian. Setelah terbangun dari pura-pura mati, Erizal lari ke toilet menghubungi temannya di Kodim. Akhirnya setelah menunggu lama ambulance dan Brimob datang.
“Dua jam setelah itu barulah bantuan datang, dan saya langsung dibawa ke rumah sakit diobati pihak medis karena mengalami luka bakar di beberapa badan dan kepala saya,” lanjutnya Erizal yang sudah tinggal di Wamena enam tahun itu dengan lirih. [] gt