Diskusi Aktivis dan Intelektual Kota Malang: “Perselingkuhan Birokrasi dan Korporasi Munculkan Korupsi”

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Kota Malang- SuaraInqilabi– (2/2). Forum Mahasiswa Muslim Peduli Bangsa (FMMPB) Malang Raya mengadakan Diskusi Aktivis dan Intelektual pada Sabtu (1/2) dengan mengangkat tema “Korupsi : Ila Yaumil Qiyamah?”

Diskusi kali ini mengundang beberapa pemateri dari kalangan akademisi muslim dengan berbagai latar belakang keilmuan yang berbeda, diantaranya: Nana Abdul Aziz, S.AP., M.AP., dosen Administrasi Publik, dan Sirajudin, M.SA., dosen Akuntansi.

Berbicara mengenai korupsi yang ada di negeri ini, Nana Abdul Aziz, S.AP., M.AP. menyampaikan beberapa poin penting, antara lain:
(1) Sistem politik yang sekarang ini membutuhkan biaya sangat tinggi, dan dilakukan oleh sebagian besar partai politik. Keadaan tersebut membuat partai politik kerap bermasalah dengan pelaporan keuangan.

(2) Perselingkuhan birokrasi dan korporasi yang biasa disebut _no free lunch_ hingga terjadi hubungan timbal balik antar keduanya yang terkadang melupakan batasan-batasan tertentu hanya untuk meraup keuntungan tanpa diketahui publik.

(3) Tidak adanya _political will_ untuk kepentingan warga negara hingga sulit mencari figur pemimpin yang tulus membantu rakyatnya.

(4) Mafia hukum yang terstruktur dan sistematis hingga keadilan sulit terwujud, dan condong mendeskriditkan lawan politiknya.

(5) Serangan balik dari para koruptor yang memiliki uang untuk tetap pada posisinya dengan terus menguasai perekonomian nasional.

Adapun Sirajudin, M.SA. menyatakan, “Korupsi merupakan budaya, jadi seakan-akan diperizinkan dengan biaya yang sangat membengkak besarnya yang juga menyeret semua elemen masyarakat itu ikut andil pada politik tersebut, padahal tidak setiap orang memahami subtansi politik itu sendiri dan cenderung mempercayakan/mewakilkan pada seseorang untuk urusan politik.”

Dosen Akuntansi ini juga menyatakan bahwa pada sistem demokrasi sekarang ini tidak diakomodir perwakilan-perwakilan tadi hingga terjadi perselingkuhan antara birokrasi dan korporasi tanpa memperhatikan aspek aqidah/iman kepada Tuhan.

“Sekarang ini setiap perbuatan di publik seakan tidak memiliki rasa terawasi oleh Sang Penciptanya, sehingga para koruptor pun merasa biasa/tidak berdosa melakukan tindakan korupsi,” terangnya.

Tawaran alternatif solusi dari Nana Abdul Aziz, S.AP., M.AP. atas kondisi ini yaitu:

(1) Hukum harus direformasi tanpa melihat background seseorang karena KPK yang sekarang condong juga bermain dalam pusaran politik.

(2) Berkaitan Ekonomi Sosial, negara harus meningkatkan kesejahteraan sosial masyarakatnya.

(3) Jadi kita tidak boleh abay terhadap dinamika politik maka kita harus mengambil alih kepemimpinan dengan mencontohkan teladan baik bagi masyarakat untuk konsisten dengan apa yang disampaikan dengan perilaku keseharian hingga dapat mewujudkan perubahan yang nyata.

Adapun tawaran solusi dari Sirajudin, M.SA. adalah menghidupkan kembali sistem perwakilan.

“Sistem perwakilan tadi untuk dihidupkan kembali dan meninggalkan demokrasi karena jika tidak, _cost_ politik akan tinggi dan menyebabkan tindakan korupsi makin merajalela. Jika kita menyakini seandainya sistem Islam yang diterapkan maka korupsi bisa teratasi dangan kesadaran dan ketaqwaan setiap individu masyarakat serta pelaksanaan hukum Islam yang tegas yang dijaga oleh negara,” pungkasnya. .[hikmatiar]

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *