Amnesty International: Muslim Uyghur Diawasi 24 Jam Oleh Pemerintah Cina

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Jakarta – Anggota Amnesty Internasional Indonesia (AII), Papang Hidayat, menenangkan bahwa pelanggaran HAM yang terjadi di Uighur, Xinjiang dikerjakan secara sistematis. Bahkan, kasus Muslim Uighur termasuk dalam pelanggaran HAM terparah dan paling atas di kancah Internasional.

Papang mengatakan, AII telah mengeluarkan pernyataan resmi mendukung Uighur. Ia menyebut, saat ini lebih dari 1 juta muslim Uighur yang mengalami diskriminasi.

“Mereka ditahan di camp, selain rahasia, ada juga camp yang tidak bisa dikunjungi keluarganya,” kata Papang dalam sebuah diskusi di Jakarta, Jumat (20/12/2019).

Pasang mengatakan, alasan penangkapan dan penahanan Muslim Uighur memiliki kemiripan dengan pelanggaran HAM yang terjadi di Indonesia. Misalnya, menggunakan narasi terorisme untuk ‘melenyapkan’ keberadaan mereka.

Papang lalu menyampaikan beberapa pelanggaran HAM yang terjadi di Wilayah tersebut. Beberapa di antaranya pelarangan ekspresi kebebasan beragama.

“Muslim Uighur di China tidak bisa menjalankan ibadah puasa di bulan ramadhan, mesjid beberapa ditutup, jumlahnya besar. Orang berjenggot, di sama bisa ditangkap dan ditahan tanpa perlindungan hukum,” kata dia.

Dia menyebut China melakukan hal tersebut sampai saat ini. Tak hanya itu, Muslim Uighur yang tidak ditangkap diawasi 24 jam, akses informasi mereka ditutup.

“Paling mengerikan, Cina punya kuasa di tingkat internasional sangat luar biasa,” kata dia.

Papang lalu menyayangkan sikap negara-negara musim di dunia. Ia menyebut negara-negara yang aktif mengampanyekan persoalan Uighur tidak ada satu pun negara muslim.

“Juli 2019, ada 22 negara yang mengangkat kasus pelanggaran tehadap Uighur, semuanya negara Eropa seperti Belanda, dia Asia cuma Jepang. Kita berharap Indonesia ikut,” kata dia.

22 negara yang menyuarakan itu bahkan telah mendesak pembentukan tim independensi internasional untuk mengusut kasus tersebut. Seperti tim yang diturunkan ke Myanmar dan Palestina.

Dia lalu meminta publik terus mendesak pemerintah Indonesia untuk melakukan terobosan baru. Apalagi, Indonesia termasuk negara muslim terbesar di dunia.

“Tentu saja, perlu kerja sama diberbagai kalangan. Ini adalah isu yang gampang diterima karena ada kesamaan keyakinan. Tapi ini harus diperluas lagi,” kata Papang.(EP)

Foto: Papang Hidayat

Sumber: Indonesiainside.id

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *