Rohingya Masih Menderita, Hanya Islam yang Bisa Menyelamatkan

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Rohingya Masih Menderita, Hanya Islam yang Bisa Menyelamatkan

Oleh: Iffah Komalasari

(Pengajar STT Hagia Sophia Sumedang) 

 

Nasib masyarakat Rohingya masih tidak menentu. United Nations High Commissioners for Refugees (UNHCR) –lembaga internasional yang mengurusi pengungsi lintas negara– mencatat sebanyak 152 imigran Rohingya berlabuh di pesisir Deli Serdang, Sumatera Utara. Mereka terdiri atas 20 anak-anak, 62 perempuan dan 70 laki-laki. Mereka akhirnya bisa berlabuh setelah sebelumnya sempat ditolak oleh masyarakat setempat. (https://news.detik.com).

 

Padahal sebelum tiba di Deli Serdang, mereka telah berlayar selama 17 hari dari kamp pengungsian di Bangladesh. (https://medan.kompas.com, 24/10/2024). Mereka pada awalnya mengungsi di Bangladesh karena adanya konflik di Myanmar negara asal mereka. Kemudian mereka memasuki perairan Aceh Selatan pada hari Jumat (18/10/2024) dan diketahui oleh nelayan setempat setelah penemuan mayat perempuan di sekitar pelabuhan Labuhan Haji pada Kamis (17/10/2024). Meskipun warga setempat tidak mengizinkan para imigran tersebut mendarat, namun kebutuhan logistik seperti makanan tetap disalurkan warga kepada mereka.

 

Rohingya: Nasibmu Kini Masih Menderita

 

Kondisi muslim Rohingya hingga saat ini memang belum ada kepastian. Mereka tidak punya kewarganegaraan karena diusir dari tempat tinggal mereka hingga mereka harus terombang-ambing di lautan. Di lautan mereka makan dan minum seadanya. Ketika berusaha mendarat di negeri Muslim lainnya sebagaimana di Indonesia, mereka justru mendapatkan penolakan. Tak sedikit narasi-narasi kebencian ditujukan kepada mereka. Mirisnya dunia yang telah menyaksikan penderitaan muslim Rohingya, justru diam seribu bahasa tak terkecuali pemimpin negeri-negeri muslim.

 

Di negeri ini, kondisi muslim Rohingya tenggelam oleh pemberitaan Gaza dan hiruk pikuk pemerintahan baru. Saat mereka masuk ke perairan Indonesia, mereka mendapat penolakan dengan berbagai alasan hingga akhirnya mereka diterima dan mendarat. Indonesia sendiri disebut memiliki tanggung jawab untuk menampung para pengungsi termasuk pengungsi beretnis Rohingya yang belakangan ramai datang ke wilayah Aceh. Menurut Direktur Eksekutif Amnesty Internasional Usman Hamid, meski tidak meratifikasi Konvensi Pengungsi 1951, namun Indonesia sebagai negara sudah memiliki banyak aturan terkait perlindungan Hak Asasi Manusia (HAM) (https://medan.kompas.com).

 

Rohingya adalah saudara kita

 

Sesungguhnya persoalan Rohingya adalah persoalan umat Islam. Namun, pemahaman ini diabaikan oleh umat Islam terutama penguasa negeri-negeri muslim. Mereka menganggap persoalan muslim Rohingya adalah persoalan negara lain. Alhasil, setiap wilayah muslim merasa tidak bertanggung jawab untuk memberikan perlindungan kepada muslim Rohingya. Sungguh sikap seperti ini tidak pernah diajarkan Islam. Hubungan antara satu muslim dengan musim lainnya adalah hubungan saudara. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman: “Kaum mukmin itu sesungguhnya bersaudara” (QS. Al Hujurat:10).

 

Seorang saudara tentu tidak akan membiarkan saudaranya mengalami keterpurukan. Mereka tentu akan memberikan perlindungan terbaik hingga saudaranya jauh dari bahaya dan terjamin keselamatannya. Bukan hanya diibaratkan sebagai saudara, bahkan Islam juga mengibaratkan kaum muslim sebagai satu tubuh. Jika salah satu organ tubuhnya mengalami rasa sakit, maka organ tubuh lainnya akan turut merasakan juga (sakit)nya dengan berjaga dan merasakan panas demam. Demikian analogi yang indah dari sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wassalaam pada HR. Al-Bukhari dan Muslim.

 

Dalil-dalil ini menunjukkan bahwa persaudaraan seakidah lebih erat dibandingkan persaudaraan karena ikatan lainnya. Namun ikatan akidah yang seharusnya mengikat kaum muslimin hari ini tampaknya sudah hilang. Jika ditelaah dan dikaji, lenyapnya ikatan akidah ini disebabkan oleh hadirnya sekat-sekat nasionalisme yang memisahkan satu negeri muslim dengan negeri-negeri muslim lainnya. Sejak institusi pemersatu kaum muslimin, Khilafah Islamiyah runtuh di tahun 1924 tidak ada lagi junnah (perisai/pelindung) kaum muslim.

 

Sejak saat itu melalui perjanjian Sykes Picot, para penjajah barat terutama Inggris membagi-bagi wilayah Khilafah Islam dan menguasainya hingga mengaturnya dengan sistem aturan barat, kapitalisme-demokrasi. Penerapan sistem kapitalisme yang mengabaikan peran agama dalam mengatur kehidupan justru membawa petaka bagi kehidupan umat Islam. Penjajahan fisik maupun nonfisik tak terhindarkan. Negara-negara Barat memang mengusung hak asasi manusia terkhusus Amerika Serikat memosisikan diri sebagai polisi dunia. Namun, hukum-hukum internasional yang lahir dari sistem kapitalisme sama sekali tidak memberi harapan akan kebaikan umat Islam. Bahkan, meski sudah ada konvensi tentang penanganan pengungsi, persoalan pengungsi Rohingya tidak juga terselesaikan.

 

Rohingya : Hanya Khilafah yang akan menyelamatkanmu

 

Padahal dahulu saat kaum muslimin masih hidup di bawah naungan Khilafah, tidak ada seorang muslim pun yang dibiarkan oleh khalifah terancam keselamatannya. Bahkan, Khalifah siap mengerahkan pasukan jihad hanya untuk melindungi satu jiwa warganya atau melindungi kehormatan seorang wanita.

 

Oleh karena itu tidak ada jalan lain untuk menyelamatkan saudara muslim kita di Rohingya hingga di negeri-negeri lainnya seperti Palestina, Suriah, Uighur, Lebanon, Kazakhstan, kecuali umat Islam memiliki institusi yang menyatukan dan memberikan perlindungan. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda: “Sesungguhnya imam (Khalifah) itu adalah (ibarat) perisai. Orang-orang berperang di belakangnya dan berlindung kepada dirinya” (HR. Muslim).

 

Kembalinya negara Islam yakni Khilafah sungguh akan menyatukan umat Islam di bawah penerapan aturan Islam kafah. Pada saat itu Khalifah sebagai pemimpin umat Islam akan menjalankan perannya sebagai perisai. Khilafah akan membela dan melindungi hak-hak kaum muslim Rohingya dan Muslim lainnya yang tertindas. Sebagai negara super power dengan kekuatan dan pengaruh politiknya, Khilafah akan memberikan sanksi tegas kepada rezim Myanmar yang sudah menganiaya kaum muslimin Rohingya. Bahkan, pasukan jihad kaum muslim akan diberangkatkan untuk membebaskan kaum muslim Rohingya dari kezaliman rezim Myanmar, itu semua (biidznillah) akan menjadi jalan dibebaskannya Myanmar dengan Islam. Dengan demikian, maka nyawa, harta dan kehormatan pada kaum muslim akan terjamin. Inilah Khilafah yang dibutuhkan oleh umat Islam hari ini.

 

Wallahu’alam

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *