PALESTINA SEMAKIN MEMBARA, SEKAT NASIONALISME SEMAKIN NYATA
Oleh: Nurmila Sari, S.Pd
Gendrang dentuman rudal berbunyi, kilauau roket menghampiri, langit yang gelap padam menjadi bersinar terang benderang mengintai mangsanya. Malam hening menusuk hingga kedada, siang terus menoreh aliran darah, nyawa setiap harinya serasa diujung tenggorokan, tidak ada sekolah, tidak ada masa depan. Namun, mereka adalah orang terkuat dimuka bumi ini. Yah, semua ini tentang saudara kita di Palestina.
Palestina merupakan wilayah di pesisir Laut Mediterania, telah menjadi pusat perhatian global selama beberapa dekade terakhir. Konflik antara Israel dan Palestina, dimulai sejak pencaplokan atau pendudukan Israel di negara Palestina pada abad ke-20, khususnya pada tahun 1948.
Konflik ketegangan terus berlanjut dari tahun ke tahun dan memuncak pada saat perlawanan Operasi Banjir Al-Aqsa pada 7 Oktober 2023, perlawanan ini dilatar belakangi atas kebiadaban dari Zionis yang terus menerus melakukan serangan untuk melancarkan genosida (pembersihan etnis tanpa sisa) terhadap penduduk Palestina.
Sudah setahun lebih sejak perlawanan Operasi Banjir Badai Al-Aqsa pada 7 Oktober 2023, genosida di Palestina terus berlanjut. Korban terus berjatuhan akibat serangan Zi*nis yang membabi buta.
Hingga Oktober 2024, lebih dari 44.000 warga Palestina tewas dalam serangan yang terjadi terutama di Jalur Gaza, termasuk ribuan anak-anak dan warga sipil. Selain korban jiwa, ribuan orang lainnya mengalami luka-luka dan situasi kemanusiaan di wilayah tersebut semakin memburuk.
Sebagaimana dikutip dari international.sindonews.com (24-10-24), berdasarkan informasi yang disampaikan Mahmud Bassal, juru bicara badan pertahanan sipil Gaza, kepada AFP, Minggu (20/10/2024). Bahwa serangan udara Israel pada Sabtu malam telah membantai 73 warga Palestina di daerah permukiman di Beit Lahia, Gaza utara. Pemerintah negara-negara Arab tidak berkomentar atas serangan brutal tersebut.
Serangan Zionis Yahudi semakin menggila. Ironisnya, konflik yang berkepanjangan ini PBB menjadi latah dan hanya bisa mengecam, demikian pula pemimpin negeri muslim, bahkan ada yang diam saja tanpa melakukan kontribusi yang nyata untuk pembebasan Palestina. Sebagaimana dikutip dari dunia.tempo.co (21-10-24) bahwa,
utusan perdamaian PBB untuk Timur Tengah pada Ahad mengutuk serangan yang terus berlanjut terhadap warga sipil Palestina. Ini setelah serangan udara Israel di Beit Lahiya di Gaza yang menewaskan 87 warga pada sejak Sabtu.
Sungguh ini adalah bentuk pengkhianatan yang besar terhadap saudara muslim kita di Palestina. Kalau hanya sebatas retorika “mengutuk” tentu itu tidak memberikan dampak rasa takut Zi*nis I$r*el. Sebab, jikalau “mengutuk” itu memberikan dampak pada Zi*nis I$r*el pasti sudah jauh hari genosida ini usai, tetapi nyatanya tidak seperti itu.
Sekat-Sekat Nasionalisme
Sungguh naif rezim hari ini. Pada saat nyawa saudara kita di Palestina menjadi bahan permainan, kita malah terus disusupi angin nasionalisme. Akibatnya, nasionalisme menjadi racun yang mematikan menyebabkan negeri-negeri muslim latah, tidak berkutik untuk membela saudaranya di Palestina. Demikian pula kecintaan terhadap kekuasaan dan jabatan menjadikan para pemimpin muslim mati rasa, sehingga menjadikan mereka bukan lagi harapan umat untuk membebaskan Palestina.
Nasionalisme adalah penyakit kronis yang menjadikan para pemimpin dan ummat memandang bahwa penderitaan umat Islam di negeri lain tidak ada hubungannya dengan mereka. Akibatnya, permasalahan genosida di negeri lain terus berlanjut. Sedangkan dari pihak musuh Islam tidak merasa takut. Karena, mereka menganggap kaum muslimin hanya terfokus pada sekat nasionalisme tempat mereka berada.
Menghapus Sekat Nasionalisme
Ummat muslim adalah ummat yang satu, sehingga ummat harus dibangun kesadarannya, agar dapat terus bersuara dan menuntut pemimpin negeri muslim untuk segera mengirimkan pasukannya dengan penuh kekuatan untuk berjihad di tanah palestina.
Rasulullah mengibaratkan satu Mukmin dengan Mukmin yang lainnya bagaikan anggota badan dalam satu tubuh. Beliau bersabda yang artinya:
“Perumpamaan kaum mukminin dalam saling mencintai, saling mengasihi dan saling menyayangi bagaikan satu tubuh. Apabila ada salah satu anggota tubuh yang sakit, maka seluruh anggota tubuhnya yang lain ikut merasakan sakit juga dengan tidak bisa tidur dan merasa demam.” (THR Muslim).
Rasulullah juga memberikan gambaran tentang keeratan hubungan saling mengasihi dan menyayangi antara sesama orang beriman itu dengan kecintaan dan kasih sayang terhadap diri pribadinya sendiri. Rasulullah saw bersabda yang artinya:
“Dari Abu Hamzah Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, pembantu Rasulullah saw, dari Nabi saw bersabda, ‘Salah seorang di antara kalian tidaklah beriman (dengan iman sempurna) sampai ia mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri.'” (THR. Bukhari dan Muslim).
Oleh karena itu, jika di ibaratkan satu tubuh berati kita juga merasakan rasa sakit dan derita saudara muslim kita di Palestina. Sehingga, untuk penyelesaian ini bukan hanya sekedar mengecam dan mengutuk. Sebab, genosida ini hanya dapat dihapuskan dengan perlawanan fisik pula. Yakni dengan bersatunya kekuatan tentara kaum muslimin, menghapus sekat-sekat nasionalisme diantara mereka, yang mengakibatkan gemetar hati orang-orang kafir sehingga menjadikan mereka lari tunggang langgang atau bahkan kalah dimedan pertempuran.
Ikut berkontribusi memperjuangkan dan membela Palestina adalah sebuah kewajiban dan memiliki keistimewaan disisi Allah SWT untuk mereka yang turut serta membela Palestina. Oleh karena itu, ummat membutuhkan keberadaan sebuah institusi yang akan melindungi umat Islam, yakni Daulah khilafah.
Umat haus terus membangun kesadarannya akan kewajiban menegakkan khilafah, untuk menyongsong kemenangan. Sehingga, dibutuhkannya kelompok dakwah yang senantiasa terus berkontribusi waktu, tenaga, pikiran, dan materi untuk terus menyadarkan umat akan posisinya sebagai umat terbaik dan wajibnya menegakkan khilafah.
Ketika Khilafah masih berdiri tegak dengan kegagahan dan keanggunannya, tidak ada keberanian kaum Zion*s maupun Inggris untuk merebut tanah Palestina. Tidak ada keberanian dari kaum kafir untuk menumpahkan darah kaum muslimin, merebut harta apalagi mengganggu kehormatannya. Namun, sejak Khilafah runtuh hingga hari ini, umat menyaksikan agresi militer Zion*s, yang dibantu oleh negara-negara Barat, melakukan penggusuran dan pembunuhan terhadap warga Palestina, dan ini disaksikan oleh seluruh dunia.
Bersegera menegakkan Khilafah sebagai perisai umat adalah kewajiban. Al-Qadhi Al-’Alim Syekh Taqiyuddin an-Nabhani rahimahulLâh mengatakan bahwa berdiam diri dari upaya menegakkan Khilafah adalah salah satu dosa dan kemaksiatan terbesar. Ketiadaan Khilafah menyebabkan hukum-hukum Islam menjadi terabaikan, tidak dianggap seperti di bidang muamalah, pidana, jihad, politik, dan kenegaraan.
Wajib bagi seorang muslim mengangkat seorang khalifah yang kita baiat untuk menjalankan syariat Islam dan menyebarkan Islam ke seluruh penjuru dunia dengan dakwah dan jihad. Yang tentunya bukan hanya memberikan perlindungan kepada muslim tetapi juga non muslim yang hidup dalam naungan Daulah Islam. Rasulullah saw. telah bersabda yang artinya:
“Siapa saja yang melepaskan tangannya dari ketaatan (kepada Imam/Khalifah), ia pasti dengan bertemu Allah pada hari kiamat nanti tanpa argumen untuk membela dirinya. Siapa saja yang mati dalam keadaan tidak ada baiat di lehernya, maka ia mati dengan cara mati jahiliah.” (HR Muslim).
Wallahu ‘alam Bisshawab