Abainya DuniaTerhadap Gaza, Sampai Kapan?
Oleh : Halida Al Manuaz
Sekitar 60 persen obat-obatan esensial dan 83 persen pasokan medis di Gaza yang terkepung telah habis akibat perang yang terus berkecamuk serta kontrol dan penutupan perbatasan oleh Israel, kata Kementerian Kesehatan Gaza pada Sabtu.
Dalam sebuah pernyataan, kementerian memperingatkan krisis yang belum pernah terjadi sebelumnya dalam hal obat-obatan dan pasokan medis, serta mengutuk dampak parahnya terhadap kehidupan pasien dan korban luka.
Bahkan kehabisan sumber daya ini bisa mengakibatkan penghentian total layanan medis kritis termasuk juga perawatan darurat, operasi, perawatan intensif, layanan kesehatan primer, dan juga layanan kesehatan mental.
Pernyataan itu menyerukan kepada organisasi internasional dan yang berafiliasi dengan PBB untuk segera campur tangan dan menyediakan obat-obatan serta pasokan medis yang diperlukan warga Gaza.
Sejak pecahnya perang pada 7 Oktober lalu, Israel telah memutus pasokan listrik ke Gaza, menghentikan pengiriman bahan bakar yang diperlukan untuk mengoperasikan satu-satunya pembangkit listrik di wilayah itu, serta menghentikan pasokan air, komunikasi, makanan, dan bantuan medis, sambil juga menutup perbatasan.
Saat ini, hanya pasokan medis dan bantuan internasional dalam jumlah terbatas yang masuk ke Gaza melalui Israel, yang jauh sekali dari kata cukup untuk memenuhi kebutuhan penduduk Gaza yang berjuang menghadapi kondisi kemanusiaan dan kesehatan yang sangat memprihatinkan!
Israel terus melancarkan serangan di Jalur Gaza sejak dimulainya operasi setelah serangan oleh kelompok Palestina Hamas pada 7 Oktober lalu, meskipun ada resolusi Dewan Keamanan PBB yang menyerukan gencatan senjata segera.
Serangan itu telah menyebabkan lebih dari 40.300 kematian warga Palestina, sebagian besar wanita dan anak-anak, serta lebih dari 93.300 luka-luka, menurut otoritas kesehatan setempat.
Blokade yang berlangsung di Gaza telah menyebabkan kekurangan yang cukup parah makanan, air bersih, dan obat-obatan,dan meninggalkan sebagian besar wilayah yang kondisi hancur sehancurnya.
Israel menghadapi tuduhan genosida di Mahkamah Internasional, yang telah memerintahkan penghentian operasi militer di kota Rafah bagian selatan, di mana lebih dari satu juta warga Palestina berlindung sebelum daerah tersebut diserang pada 6 Mei.
Ini semua menunjukkan bahwa bagaimana sikap abainya dunia Islam terhadap Gaza adalah akibat sentimen nasionalisme. Ikatan akidah sesama muslim tidak tampil terdepan dalam menyikapi krisis kemanusiaan besar-besaran di Gaza. Malah sebaliknya pemikiran nasionalisme yang telanjur sudah mengakar berurat di negeri-negeri muslim telah menjadi racun politik dibenak pemikiran yang menyebabkan negeri-negeri muslim tidak berkutik untuk bisa membela saudaranya di Palestina.
Seharusnya seluruh para penguasa negeri muslim seluruh dunia bisa berbuat lebih banyak dari sekadar mengecam dan juga mengutuk kebrutalan Israel. Selain pengiriman militer sebagai langkah strategis, langkah lain yang bisa diambil oleh para penguasa muslim kebijakan untuk melakukan pemboikotan terhadap produk-produk Israel dan juga negara pendukungnya.
Tetapi langkah-langkah ini tidak diambil dan bukti nyata rusaknya kepemimpinan para penguasa di negeri-negeri muslim itu sendiri. Sejak pendudukan entitas Yahudi pada 1948, sudah sangat banyak orang Palestina tewas dibantai dan dibombardir, luka-luka, bahkan cacat fisik.
Bahkan tidak terhitung orang yang kehilangan rumah dan pekerjaan. Banyak wanita dilecehkan kehormatannya, bahkan diperkosa, serta anak-anak yang menjadi yatim piatu. Akan tetapi situasi ini tidak menjadikan hati-hati kaum muslim Palestina pasrah. Bahkan anak-anak palestina berusaha kuat mempertahankan wilayah dan tanahnya agar tetap berada dalam genggaman mereka.
Sesungguhnya telah jelas bahwa konflik Palestina adalah konflik agama. Perampasan tanah Palestina oleh entitas Yahudi bukan semata konflik kemanusiaan. Dan solusi bagi palestina tidak cukup hanya mengirim bantuan dana atau memboikot produk Israel dan sekutunya.
Seharusnya seluruh kaum muslim sadar bahwa isu Palestina adalah isu Islam. Oleh karenanya, cara satu-satunya untuk memandang masalah Palestina adalah melalui perspektif Islam.
Tanah Palestina adalah tanah kaum muslim yang dirampas oleh penjajah Yahudi yang dipersenjatai dan didukung oleh AS sebagai induk semangnya. Seandainya seluruh kaum muslim sedunia bersatu menjadi untuk mengusir penjajah Yahudi, serta mengirimkan tentara dan persenjataannya, niscaya konflik Palestina akan terselesaikan dan berakhir.
Gaza membutuhkan perkara yang lebih tinggi dari sekadar kepedulian karena krisis di Gaza bukanlah serangan biasa. Satu-satunya solusi bagi Gaza dan Palestina hanya dengan tegaknya khilafah. Dan dengan keberadaan khalifah yang tentunya disertai dengan tegaknya Khilafah harus menjadi kesadaran umum dan opini umum di tengah-tengah umat.
Karena tegaknya Khilafah tidak bisa instan dalam sekejap mata. Penegakannya membutuhkan kesabaran, keikhlasan, kesungguhan, dan penuh perjuangan yang dicontohkan Rasulullah. Sangat penting keberadaan kelompok dakwah yang tegak atas landasan ideologi Islam. Kelompok tersebut berperan mencerdaskan umat dengan ideologi Islam hingga mampu mewujudkan kesadaran umum dan opini umum di tengah-tengah umat terkait dengan penerapan Islam sebagai ideologi sebuah negara.
Maka untuk mewujudkan pemimpin yang benar-benar menyelesaikan berbagai persoalan yang ada baik didalam atau diluar negara, dan jelas kita membutuhkan pemimpin yang baik. Jika berada dalam habitat sistem yang buruk, pemimpin yang baik bisa menjadi buruk. Dimana sistem yang baik haruslah bersumber dari Zat Yang Mahabaik, yaitu dari Allah swt. Inilah disebut sistem Islam dengan penerapan syariat secara kaffah dalam negara Khilafah.
Jelas tidak ada alasan bagi kita untuk tetap mempertahankan demokrasi yang sudah jelas kerusakan dan kebobrokannya. Mari kita berjuang bersama untuk mewujudkan negeri kita sebagai baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur dengan menegakkan sistem Islam dalam seluruh aspek kehidupan
Wallahu’alam Bish-shawwab